Kami membli kayu gaharu kelas super dan kelas AB1 dari daerah Buol dan daerah Poso. Jika anda pencari atau pengolah silahkan kontak kami. pada saat ini kami mengehntikan pembelian kelas kelas dibawah super dan AB1 . jika anda memilikinya silahkan kontak kami :
Beikrut gambar kayu yang kita beli ( GAHARU BUAYA TIDAK DIBELI JANGAN DITAWARKAN )
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tempat Jual Gaharu di Poso dan Buol Sulawesi Tengah 2016 Machfud Sidik 28 menjelaskan, terkait dengan PAD, tuntutan peningkatan PAD menjadi semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan yang dilimpahkan pemerintah kepada daerah
27
Abdullah, Rozali, 2000, Pelaksanaan otonomi Luas dan Isu federalisme sebagai suatu Alternatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Halaman : 47
28
Sidik, Machfud, 2004, Prospek dan Problematika Pelaksanaan UU No. 25/1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 23 No. l Tahun 2004, YPHB - Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis. Halaman : 19
disertai dengan pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) kepada daerah dalam jumlah besar. Semakin tinggi kewenangan keuangan yang dimiliki daerah, semakin tinggi pula peranan dalam struktur keuangan daerah, demikian pula sebaliknya. Namun, kenyataannya saat ini, peranan PAD di Indonesia dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat kecil dan sangat bervariasi antar daerah yaitu kurang dari 10% hingga 50%. Sebagian besar daerah hanya dapat membiayai kebutuhan pengeluarannya kurang dari 10%.
Tempat Jual Gaharu di Poso dan Buol Sulawesi Tengah 2016 Peranan PAD yang relatif masih sangat kecil menyebabkan penerimaan pemerintah daerah baik secara langsung maupun tidak langsung sangat tergantung pada transfer dari pemerintah pusat. Hal ini karena selama ini rendahnya PAD tersebut disebabkan oleh sumber¬sumber yang masuk dalam kategori PAD umumnya bukan merupakan sumber yang potensial bagi daerah. Oleh karenanya, sejauh ini memang peranan transfer sangat dominan dalam APBD terutama untuk membiayai belanja rutin. Hal ini karena kontribusi PAD terhadap APBD umumnya sangat minim sehingga tidak bisa untuk meng-cover pembiayaan pemerintah daerah.
Semakin besar dana yang digali oleh daerah yang diperlihatkan dengan proporsi PAD terhadap APBD, maka semakin besar pula kepada daerah untuk diberi otonomi. Kedua UU tersebut memberikan harapan yang sangat besar kepada daerah. Proporsi penerimaan daerah akan bertambah secara drastis sejalan dengan diimplementasikannya sistem pembagian sebagaimana dimaksud oleh UU No 33 Tahun 2004. Keabsahan tersebut akan sangat ditentukan oleh derajat legitimasi dalam pembuatan keputusan di daerah, terutama dengan peraturan daerah.29
Menurut HAW. Widjaja30, konflik antar daerah mungkin terjadi dengan maraknya peraturan daerah (Perda) yang berkaitan dengan pajak dan retribusi untuk meningkatkan PAD. Hal ini terjadi karena satu daerah berambisi untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya secara besar¬besaran sementara daerah lainnya menerima dampaknya sehingga mengenakan aturan yang ketat pula terhadap barang yang masuk ke daerah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa penggalian sumber dana keuangan daerah tersebut dapat menimbulkan kontraproduktif. Beberapa cara dilakukan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa memperhitungkan pengaruhnya terhadap perkembangan ekonomi di daerah tersebut dan ekonomi makro serta cenderung mengabaikan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan akan tersisihkan.
3. Perimbangan Keuangan
Dalam konteks Indonesia dewasa ini, transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah adalah berbentuk Dana Alokasi Umum
29
Syaukani.HR, Afan Gaffar, M. Ryaas Rasyid, 2002, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Cetakan I, Pustaka Pelajar. Halaman : 204
30
HAW. Widjaja, 2004, Penyelenggaraan otonomi Di Indortesia (Dalam Rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. halaman : 76
(DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DAU merupakan transfer dana yang bersifat umum (block grant), sementara DAK merupakan transfer dana yang bersifat spesifik, yaitu untuk tujuan-tujuan tertentu yang sudah digariskan (specific grant). Dengan demikian transfer dana dimaksud tidak termasuk bagi hasil (revenue sharing) antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 menjelaskan : “Prinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil”. Meskipun tidak ada satu ukuran tertentu mengenai hubungan yang adil dan selaras, prinsip ini menunjukkan bahwa daerah berhak memperoleh secara wajar segala sumber daya untuk mewujudkan Pemerintahan Daerah yang mandiri demi kesejahteraan rakyat daerahnya. Karena itu harus ada pengaturan hubungan keuangan dan hak-hak daerah memperoleh bagian dari hasil-hasil daerah serta memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari segala bentuk eksploitasi sumber daya daerah.
Dalam tesisnya, Elvina Sidabutar (2005), menyimpulkan bahwa secara umum penerapan otonomi daerah ternyata juga dapat menimbulkan ketidakpastian dari sisi penerimaan pemerintah daerah. Ketidakpastian itu antara lain disebabkan oleh kurang transparansinya alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat, terutama dalam perhitungan DAU. Beberapa pemerintah daerah menyatakan besarnya DAU yang diterima tidak sesuai dengan yang diharapkan dan tidak transparansinya proses perhitungan DAU. Selain itu ada ketidakjelasan proses perolehan dana dari dana alokasi khusus (DAK) untuk kabupaten/kota.
Lebih lanjut dikatakan, ketidakpastian yang lain adalah lambatnya proses pencairan dana perimbangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, baik pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Beban anggaran Pemerintah Daerah dapat dikatakan semakin meningkat dengan penerapan ekonomi daerah. Distorsi ekonomi dalam penerapan ekonomi daerah sebenarnya juga disebabkan oleh perilaku dari pemerintah daerah sendiri. Beberapa pemerintah daerah secara sempit telah menilai PAD sebagai indikator mengukur keberhasilan melaksanakan otonomi daerah. Artinya semakin tinggi peran PAD dalam penerimaan daerah, semakin mandiri pula daerah itu dari pemerintah pusat. Akibatnya banyak pemerintah daerah berusaha meningkatkan penerimaan pajak/retribusi daerah tanpa menghitung efisiensi ekonomi daerah maupun secara nasional.
Dengan dianutnya sistem dana perimbangan sebenarnya daerah dengan diskresi yang dimilikinya diharapkan mampu mengalokasikan dana kepada pos-pos yang potensial untuk menimbulkan multiplier effect dalam rangka mencapai tujuan otonomi daerah berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini alokasi sumber-sumber dana dimungkinkan lebih efektif karena daerah lebih memahami betul bagaimana meningkatkan kemajuan daerahnya.31
Tujuan hubungan keuangan pusat-daerah sendiri yang menyangkut pembagian menurut Kenneth Davey32 adalah bahwa hubungan tersebut menyangkut pembagian tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan¬kegiatan tertentu antara tingkat-tingkat pemerintah dan pembagian sumber penerimaan untuk menutup pengeluaran akibat kegiatan-kegiatan itu. Tujuan utama hubungan ini ialah mencapai perimbangan antara berbagai perimbangan agar antara potensi dan sumberdaya masing¬masing daerah sesuai.
a. Dana Alokasi Umum (DAU)
Sebagai salah satu bentuk transfer dana dari pemerintah pusat, alokasi DAU mempunyai peranan yang cukup besar bagi penerimaan daerah mengingat DAU menduduki porsi jumlah terbesar dibandingkan komponen lainnya dalam Dana Perimbangan. DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dengan demikian DAU bersifat block grant, sehingga
31
Mawardi, Oentarto, 2004, Permasalahan Implementasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 23 No.l Tahun 2004, YPHB
- Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis. Halaman : 24
32
Davey, Kenneth, 1989, Keuangan Pemerintah Daerah di Indortesia (Hubungan Keuangan Pusat - Daerah di Indonesia) UI Press, Jakarta. halaman : 179
daerah memiliki kebebasan untuk mengelola dana yang berasal dari
DAU.
Besarnya DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari PDN
(Pendapatan Dalam Negeri) netto yang ditetapkan dalam APBN. Untuk
mengalokasikan DAU yang jumlahnya cukup besar tersebut digunakan
formula untuk menentukan bobot daerah, DAU yang diterima oleh
daerah merupakan perkalian dari bobot daerah yang bersangkutan
dengan plafon DAU yang sudah ditetapkan
Akan tetapi dalam kenyataannya, seperti yang dikutip dari
Harian Kompas, Senin 20 Agustus 2007, Daerah Masih Timpang, DKI
Jakarta Tidak Akan Mendapat DAU, diberitakan :
“Ada beberapa daerah yang masih timpang dalam menerima bagian DAU. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2008 dinilai gagal mengurangi kesenjangan keuangan antar daerah karena masih mengalokasikan anggaran dana penyesuaian yang merupakan sejenis subsidi kepada daerah kaya. Padahal seharusnya berdasarkan amanat Undang-undang, mulai tahun 2008 pemerintah harus menghentikan pemberian dana penyesuaian bagi daerah kaya. Sedangkan bila hal tersebut dibiarkan, maka produktifitas ekonomi didaerah akan timpang, sementara Dana Alokasi Umum (anggaran yang digunakan untuk menutup kebutuhan keuangan daerah) akan kehilangan fungsinya dan APBN akan terbebani.
Undang-undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah Pasal 107 ayat (2) menyatakan bahwa DAU harus dikembalikan pada formula awal secara penuh tahun 2008. Dengan formula itu, akan ada daerah yang tidak mendapatkan DAU sama sekali karena seluruh kebutuhan keuangannya dapat ditutupi pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dana bagi hasil (DBH).
Tempat Jual Gaharu di Poso dan Buol Sulawesi Tengah 2016 Namun, sejak tahun 2002 , pemerintah menerapkan prinsip Hold Harmless atau prinsip yang mengharuskan pemerintah pusat menyediakan dana penyesuaian bagi daerah yang mengalami penurunan DAU dibanding tahun sebelumnya. Prinsip ini yang diperintahkan UU harus dihentikan secara bertahap mulai tahun 2008. Tetapi dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2008 disebutkan bahwa tahun depan pemerintah justru mengalokasikan DAU minimal 25 persen dari DAU tahun 2007 bagi daerah yang memperoleh penurunan jatah DAU tahun 2008. Dan menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, bahwa ada tujuh daerah yang seharusnya sudah tidak mendapatkan DAU tahun 2008 dimana salah satunya adalah DKI Jakarta.”
Sy punya gaharu beringin tapi hanya 2kg lebih..sy tdk tau apa itu ada harganya atau masuk kategori gaharu apa super atau tdk..kira2 sekilonya berapa
BalasHapus